Sunday, March 22, 2015

Beyond the Most Classified Codebreaking in the World

Sometimes, it is the people who no one imagines anything of who do the things that no one can imagine
It's amazingly said on The Imitation Game, which I have just finished watching just minutes ago. The thrill was still here, I'm still feeling it SO MUCH.

---

The Imitation Game
the casts of The Imitation Game


Setelah berminggu-minggu menunda menonton The Imitation Game, akhirnya malam ini gue tuntaskan juga niat itu. Salah satu ciri dari film British, menurut gue, adalah nuansanya yang tidak seceria film Amerika. Kebanyakan film British yang terkenal lebih bernuansa sejarah, oleh karenanya tampilannya pun agak muram, kurang berwarna. Tetapi untungnya hal ini diimbangi dengan scoring yang luar biasa. Hal ini membuat gue jatuh hati pada film-film British, misalnya Harry Potter, The King's Speech, dan Hugo, selain aksennya tentu saja, he he.


The Imitation Game pun tidak jauh dari itu. Dengan setting semasa Perang Dunia II, film ini memang tidak bercerita tentang gemerlap kehidupan perkotaan dan lain sebagainya. Tetapi film ini akan sukses membawa penonton meresapi suasanya Perang Dunia II yang amat mencekam di Eropa. Terasa banget ketegangan dan kengerian masa-masa perang. War is no joke.

Berpusat pada Alan Turing, The Imitation Game secara lebih spesifik menceritakan kembali bagaimana proses pemecahan kode mesin Enigma milik Jerman, yang akhirnya membawa pihak Sekutu pada kemenangan. Alan Turing adalah seorang matematikawan Inggris yang bersama dengan timnya, berhasil memecahkan kode Enigma yang dikatakan 'mustahil untuk dipecahkan' karena memiliki 159-dengan-18-nol-di-belakangnya kemungkinan untuk. Gue seperti merasakan gimana pusingnya membuat sebuah mesin (gak akan kebayang mungkin sama gue..) dan merasakan juga 'eureka moment' ketika mereka akhirnya berhasil meng-crack kode Enigma. Yang diganti perharinya. Yep.
The rotor finally stop ticking.
The machine works.
And they can only stand there silently in such an AWE.
Tapi lebih lagi dari itu, The Imitation Game mengangkat berbagai persoalan di masyarakat yang terjadi saat itu, terlepas dari perang. Tak hanya menceritakan suka duka pemecahan sebuah kode yang luar biasa rumit pada masa itu, The Imitation Game menceritakan kisah menarik mengenai kehidupan. Gue ulang lagi ya quote di atas, keren banget ini soalnya:
Sometimes, it is the people who no one imagines anything of who do the things that no one can imagine
Kalimat tersebut terasa begitu mengena dengan penggambaran kehidupan Alan Turing. Menonton film ini, kalimat itu gak cuma terasa bullshit, karena, hell, Alan Turing dan Keira Knightley Joan Clarke mempraktikannya!

Kata-kata tersebut pantas sekali diucapkan pada dunia pada masa itu, tak hanya kepada Kerajaan Bersatu. Scene dimana Joan Clarke, seorang wanita yang berhasil memecahkan kuis TTS dari Alan Turing, diremehkan oleh seorang staff bikin panas banget.. Joan ini matematikawan yang mungkin lebih tokcer dibandingkan Alan tapi ia bahkan ngga dikasih full degree dari Cambridge cuma gara-gara dia perempuan.

Seringkali hari Kartini yang dirayakan tiap 21 April cuma lewat gitu aja. Tapi hari ini gue bener-bener berterima-kasih sama beliau karena berkat R.A. Kartini, malam ini gue bisa mengetik apa yang gue pikirkan dengan bebas tanpa harus khawatir karena gue perempuan dan lain sebagainya.

The Imitation Game juga menceritakan Alan Turing sebagai seorang pribadi yang 'berbeda'. Karena tak hanya sangat jenius dan penyendiri, Turing juga merupakan sebuah homoseksual. Miris rasanya, dengan jasanya yang luar biasa yang secara tidak langsung menyelamatkan nyawa jutaan orang, Turing harus dihukum karena seksualitasnya. Gue nggak bisa ngomong banyak akan hal ini sih.. Gue masih merasa belum punya pengetahuan cukup dari berbagai segi terutama agama untuk membicarakan hal ini. Tapi hari ini gue membaca artikel di The Guardian tentang seorang gay yang bunuh diri karena tidak diterima keluarganya. Gue merasa tidak  berhak untuk berkomentar, tapi satu hal yang gue yakin banget adalah, segala sesuatu udah salah banget kalau sampai merenggut nyawa manusia. Alan Turing sendiri meninggal pada usia 41 tahun, entah ia memang bunuh diri atau meninggal karena kecelakaan, menurut gue jasanya pada negara (dan dunia bahkan) harusnya jauh lebih diperhitungkan ketimbang hukuman-hukuman aneh yang jelas tidak manusiawi.
"Do you know, this morning I was on a train that went through a city that wouldn't exist if it wasn't for you. I bought a ticket from a man who would likely be dead if it wasn't for you. I read up, on my work, a whole field of scientific inquiry that only exists because of you. Now, if you wish you could have been normal.. I can promise you I do not. The world is an infinitely better place precisely because you weren't." -Joan Clarke to Alan Turing (The Imitation Game, 2014)
Terlepas dari apa yang dituliskan oleh para kritikus mengenai film ini, tentang bagaimana The Imitation Game terlalu mendramatisir dan lain sebagainya, gue sangat merekomendasikan film ini. Baik cerita yang ditawarkan maupun pengeksekusianya brilian. Pemainnya juga luar biasa. Selama ini gue agak nggak suka sama Benedict Cumberbatch karena dia memerankan Sherlock Holmes dan gue kok agak risih ya dengan fans-fans Sherlock yang jadi lebih ke arah fangirling.. Tapi undeniable banget, dia amazing parah.. Gue nangis coba pas dia nangis gara-gara gamau pisah sama mesin. What the abis.. 
Sumpah bagian ini sedih banget.. eh.. atau Benedict Cumberbatch yang emang bisaan aja? Haha

Ada juga Matthew Goode yang meskipun perannya di film ini agak ngeselin di awal, terasa familiar baik wajah maupun suaranya. Setelah gue telusuri di Wikipedia.. Yahilah ternyata dia yang main di Chasing Liberty :)))))) Keren parah emang dia disana hahahahaha. Overall, after taste yang gue rasakan setelah menonton film ini sangat luar biasa. A must-watch film!


No comments:

Post a Comment